Kantor Pusat Bank SulutGo. |
MANADO, MediaSulut.Com - Direksi Bank SulutGo (BSG) disinyalir telah menjebak pemegang saham diantaranya Gubernur Sulut, Olly Dondokambey. Hal itu dilakukan demi mendapatkan dana Tantiem sebesar 13,5 Miliar yang bukan hak Direksi BSG.
Dugaan itu terkuak saat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perwakilan Sulut, Gorontalo dan Maluku mengeluarkan surat terkait pelanggaran Direksi Baru BSG yang telah menerima dana tantiem selama bulan Januari hingga September 2016 padahal dilantik bekerja aktif saat bulan 25 Oktober 2016. Untuk itu, OJK menyarankan agar dana tersebut di kembalikan, namun sayangnya saran itu ditantang dengan digelarnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa (RUPSLB).
Dugaan Jebakan pada Gubernur Sulut yang dilakukan Direksi BSG terjadi saat RUPS. Pasalnya, permasalahan dana tantiem itu dibeberkan Direktur Utama (Dirut) BSG, Jeffry A.M Dendeng.
Dirut menjelaskan permasalahan dana tantiem adalah ranahnya RUPS dan dana tantiem 13,5 Miliar sudah disepakati dalam RUPS.
"Masalah ini ranahnya RUPS dan semua itu keputusan RUPS. Direksi hanya melaksanakan keputusan RUPS, Direksi hanya melaksanakan keputusan RUPS, tegasnya direksi sejauh ini tidak melanggar keputusan RUPS coba di konfirmasi ke OJK agar jelas," beber Dirut ketika di konfirmasi salah satu wartawan media cetak lokal.
Lantas pernyataan Dirut itu, menuai protes dari eks Komisaris, Effendy Manoppo. Dirinya menilai Statman Dirut soal ini (Tantiem-red) sudah putusan RUPS adalah sesuatu keliru.
"Kita (Effendy-red) sampaikan bahwa mekanisme sampai pada keputusan RUPS itu, materinya dibuat direksi dan diusulkan dalam RUPS, dan yang biasa diputuskan itu ada dalam materi itu," jelasnya.
Effendy juga menjelaskan terkait dugaan menjebak para pegemang saham termasuk Gubernur Sulut, Olly Dondokambey.
"Jadi kalau bilang itu putusan RUPS. Ini memang sudah disetting dari awal, sudah ada itikad tidak baik dari direksi baru untuk tidak memberikan dana tantiem yang sudah hak direksi lama," tegasnya.
Dirinya juga menerangkan pelanggaran itu telah membuat putusan RUPS tabrak aturan, jika melegalkan dana tantiem diberikan pada Direksi baru.
"Jadi kalau kembali pada UU no 40 tahun 2007 pasal 71 sangat jelas disitu bahwa penggunaan laba itu untuk dana tantiem pengurus dan lain-lain cadangan, deviden, bonus untuk pegawai," terangnya.
Effendi sangat menyayangkan jika hak mereka bisa diberikan pada Direksi baru yang notabene belum bekerja pada bulan Januari hingga September dan terus berlindung didalam RUPS.
"Dan satu hal yang penting disitu (dana tantiem) itu berdasarkan kinerja. Pertanyaan kita mereka masuk tanggal 27 September 2016 efektifnya bulan 25 Oktober," terangnya.
"Ko bisa tantiem dari januari sampai september itu bisa yang terima direksi yang baru," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Sulut Kristovorus Deky Palinggi (KDP) menyangkan sikap Dirut Jeffry Dendeng Cs yang dikhawatirkan akan berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap manajemen bank bertagline Torang Pe Bank.
"Bayangkan saja, ditingkatan sesama pemimpin bank sulut, uang miliaran berani dikebiri seperti itu. Bagaimana nasib nasabah nanti," tegas Palinggi.
Ditempat yang berbeda, Penegasan juga disampaikan Yuman budiman, Konsultan hukum dan pengamat perbankan. Menurutnya, RUPS yang melanggar hukum dan merugikan keuangan negara adalah tindak pindana dan oknum yang merekayasa putusan RUPS tersebut untuk menguntungkan diri sendiri wajib disidik oleh penegak hukum.
"Bagaiman mungkin pengurus baru mendapatkan tantiem yg bukan haknya krn dia mulai kerja September sampai Oktober terima tantiem tahunan Jan-sept yg dia belum kerja Ada kerugian negara di dalamnya," tegas Yuman.
Ia mengatakan jangan menggunakan lembaga rups sebagai alasan melahirkan keputusan. Tetapi perlu ditelusuri juga bagaiman keputusan tersebut lahir.
"Karena setahu kami ada keoutusan RUPS september 2016 yang mewajibkan pengurus baru menyelesaikan hak pengurus lama. Artinya antara lain hak pengurus lama itu adalah hak mereka sampai dengan kejadian keputusan yaitu januari sampai september 2016 dan ini perlu di kaji secara hukum oleh penegak hukum, mengapa keputusan tersebut tidak di cabut namun sudah ada keputusan yang lain pada RUPS selanjutnya," tandasnya.
Penulis: Redaksi