Dahlan Iskan mendengarkan saksi dari jaksa penuntut umum dalam perkara penjualan aset PT Panca Wira Usaha di Pengadilan Tipikor Surabaya, 13 Januari 2017. |
Ditanya soal adanya pelanggaran prosedur dalam pelepasan aset di Kediri dan Tulungagung, mantan direktur utama PT Panca tersebut lebih banyak menjawab dengan jawaban tidak tahu, lupa, atau tidak ingat. "Lupa karena pelepasan aset sudah terjadi belasan tahun yang lalu," ujar Dahlan.
Selain itu, terdakwa mengelak bahwa apa yang ditanyakan jaksa di luar tanggung jawabnya. Menurut dia, selaku dirut dirinya cukup dengan membuat SOP serta membentuk tim restrukturisasi dan pelepasan aset. "Kalau teknis di lapangan ada pelanggaran saya tidak tahu," katanya.
Jaksa menemukan sejumlah pelanggaran dalam pelepasan aset PT Panca. Di antaranya transaksi pelepasan aset sudah dilakukan dengan PT Sempulur Adi Mandiri, pembeli aset, sebelum pembukaan penawaran dan RUPS perusahaan. "Itu poin utama pelanggarannya," kata jaksa Trimo.
Trimo menyebut pembayaran aset di Tulangagung dilakukan pada 30 Agustus 2003, namun RUPS untuk penjualan aset baru dilakukan pada 3 September 2003. Sedangkan aset di Kediri sudah dibayar pada 3 Juni 2003, sementara pembukaan penawaran baru dibuka pada 16 Juni 2003.
Simak juga : Kasus Dugaan Makar, Polisi Panggil Tommy Soeharto Telusuri Aliran Dana
Dengan adanya sejumlah pelanggaran tersebut, kata Trimo, maka di situ jelas ada pelanggaran hukum yang dilakukan terdakwa. "Dengan transaksi di Kediri dan Tulungagung ditandatangani dulu, tentu harganya lebih rendah dari nilai jual objek pajak," kata dia di sela istirahat sidang.
Sebelum pemeriksaan terdakwa, jaksa membacakan keterangan dua saksi yang tertulis di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) karena tidak bisa hadir di persidangan. Kedua saksi itu adalah Ali Markus, mantan Komisaris PT Panca, dan Sofwan Lesmanto, pihak swasta.
Penulis: Tim Redaksi