ilustrasi / pungli. |
MANADO, MediaSulut.Com - Lagi-lagi pendidikan di Sulawesi Utara (Sulut) tercoreng. Pasalnya, ada indikasi pungutan liar (Pungli) yang terjadi di SMA Negeri I Manado, diakui Ketua Komite Donald Rumokoy dan Kepsek Alex Tamba kepada Tim I Panitia Khusus (Pansus) LKPKJ Gubernur tahun 2017 saat melakukan rapat baru-baru ini.
Alex Tamba dan Donald Rumokoy beralibi pungutan tersebut terpaksa dilakukan guna menutupi kekurangan anggaran sampai turunnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Sampai saat ini dana bos belum ada untuk pelaksanaan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer,Red). Itu sumbangwn komite yang dipungut kepada 2500 siswa. Kami tidak pernah mengancam dan memaksa. Banyak siswa yang bebas dan tidak dipungut sama sekali," ungkap Tamba.
Bukti Setoran Orang Tua Siswa SMA Negeri I Manado. |
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Donald Rumokoy yang menjelaskan pungutan tersebut dilakukan bersifat sukarela.
"Dari jumlah siswa yang ada 2.500 orang dan dipungut biaya Rp75 ribu perbulan yang jika semua memberikan pungutan tersebut bertotal Rp 3 Miliar, Namun disaat dana BOS turun maka pungutan tersebut bisa dikembalikan, anggaran tersebut digunakan biayai THL yang tidak dibiayai BOS," ungkap Rumokoy yang juga Mantan Rektor Unsrat Manado.
Penelusuran media online ini, sistem penyetoran para orang tua siswa ini dilakukan via Bank Sulut Go. Sumbangan berbau pungutan ini ternyata bervariatif, minimal Rp100 ribu perbulan sampai Rp300 ribu perbulan.
Menanggapi ini, Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Sulut meminta pihak kejaksaan audit penggunaan keuangan di sekolah tersebut. Direktur Gerak Jim Robert Tindi mensinyalir telah terjadi penyimpangan penggunaan keuangan.
"Pemerintah sudah berikan BOS dan gaji THL (Tenaga Harian Lepas,Red) sudah ditanggung pemerintah provinsi. Alasan penagihan pungutan yang katanya sumbangan penggunaannya perlu dipertanyakan," kata Tindi, Sabtu (22/04/2017).
Sifat seperti ini menurut Tindi dapat mencoreng nama baiÄ· dan contoh buruk terhadap dunia pendidikan Sulut, seakan menjadikan murid sebagai mesin penghasil uang.
"Gubernur Olly Dondokambey lakukan banyak kebijakan menggratiskan pendidikan, tapi dibawah justru malah melakukan lain kasihan dengan nasib daerah jika seperti ini terus menerus jika dibiarkan," katanya.
Tegas Tindi, dengan melakukan audit maka pertanggung jawaban akan terlihat pertanggung jawabannya.
"Sangat tidak masuk akal jika hanya dengan alasan biayai guru honorer kemudian dibutuhkan anggaran sampai miliaran, ini harus diusut tuntas demi penyelamatan pendidikan sulut," tandasnya.
Penulis: Redaksi