Papan proyek. |
Menurut sumber yang namanya enggan dipublikasikan mengatakan, seharusnya kepala desa mengacu kepada RAB, karena dokumen RAB telah melalui tahapan evaluasi dari tim kabupaten yang beranggotakan sekda, assisten 1, assisten 3, bagian hukum serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa yang hadir bersama hukum tua, ketua BPD dan sekertaris desa. Namun kenyataan dilapangan masih saja dikerjakan tidak sesuai dengan RAB.
Terindikasi kekurangan volume pekerjaan rabat beton ini menurut sumber sudah dilaporkan ke Dinas PMD dan sudah diperiksa oleh Inspekorat namun hingga berita ini diturunkan belum ada titik terang sanksi yang diberikan untuk kepala desa pondos oknum SA sebagai KPA (kuasa pengguna anggaran) Dana Desa.
Dari penelusuran awak media papan proyek yang terpasang juga diduga ada kejanggalan dimana tidak dicantumkan volume pekerjaan sehingga menimbulkan tanda tanya.
Hal ini membuat, Dr Jerry Massie Ph.D Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Sulawesi Utara (Sulut) angkat bicara.
"Menindaki Korupsi yang sering terjadi di Sulut, kabupaten harus sigap dalam menyelesaikan indikasi adanya masalah kekurangan volume ini, bila ditemukan memang benar maka harus ada efek jera bagi kepala desa agar menjadi contoh bagi yang lain jangan hanya sampai pada TGR saja," tegas Massie, Rabu (29/03/2017).
Lanjutnya, pihak Polres Minsel agar segera turunkan tim untuk memeriksa dugaan korupsi ini karena selama ini banyak laporan dugaan penyalahgunaan Dana desa namun hanya sampai kepada tuntutan ganti rugi.
"Kepala desa harus bertanggungjawab dengan kesalahan mereka, jangan hanya buntutnya ganti rugi saja, sehingga menimbulkan kesan pandang enteng bagi kepala desa karena kita sama-sama tahu bahwa tuntutan ganti rugi tidak menghilangkan tindak pidana yang telah terjadi (voltoid)," tandas Massie.
Penulis: Redaksi