JAKARTA, MediaSulut.Com - Bulan September 2016 menjadi batas akhir tahap pertama kesempatan wajib pajak mendeklarasi, menebus, dan merepatriasi harta yang mereka miliki dengan tarif 2% untuk deklarasi dalam negeri, serta 4% untuk harta deklarasi dan repatriasi luar negeri.
Namun, masih banyak masyarakat yang kebingungan dengan kebijakan tersebut. Pengusaha ritel yang tergabung dalam Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) dan Perhimpunan Tionghoa Indonesia (INTI) misalnya, masih merasa kesulitan mengisi formulir amnesti pajak.
Mereka bahkan merasa terancam apabila tidak segera melaporkan harta dan ikut amnesti pajak.
"Setelah menerima presentasi dan masukan, ada sedikit nada ancaman. Perlu diketahui, kalau ingin mengikuti negara maju seperti Singapura, yang pembayar pajaknya (mencapai) 50%-70%. Sementara itu, Indonesia dengan penduduk 250 juta hanya sanggup 11% penduduk membayar pajak," keluh Anda Hakim yang berprofesi sebagai pengacara dalam sosialisasi amnesti pajak yang diselenggarakan Sinarmas, di Jakarta, Sabtu (10/9/2016).
Anda mengeluhkan ketidakjelasan kepastian hukum mengenai program amnesti pajak tersebut.
Ia pun mempertanyakan mengapa hanya kalangan etnis Tionghoa yang diberikan sosialisasi secara khusus.
"Kenapa tidak dari pemerintahan Jokowi, menteri, pejabat DPR, DPRD yang begitu banyak uangnya. Tamu yang datang hari ini barang kali harta di bawah Rp10 miliar," ujar Anda Hakim lagi.
Ancaman yang dimaksud ialah pernyataan Sofjan Wanandi yang mengatakan bila harta belum dideklarasikan, pada 2018, pengusaha akan dikejar atas pajak aset yang belum mereka bayar.
Ketua Dewan Pembina PSMTI Didi Darwis mengakui masih kurangnya sosialisasi pengampunan pajak.
Sejak diberlakukan pada 1 Juli lalu, sebanyak 38 ribu petugas pajak di seluruh Indonesia serempak belajar sekaligus mengajari wajib pajak cara melaporkan harta kekayaan.
"Surat Edaran Pajak Nomor 10 Tanggal 19 Agustus 2016 merupakan respons atas kesulitan masyarakat yang kami sampaikan. Dirjen Pajak mempermudah pengisian formulir TA. Namun, di lapangan masih banyak kesulitan lainnya,"
Namun, ia meminta pengusaha di paguyuban mengambil kesempatan deklarasi sedini mungkin, sebab tahap pertama hanya berlaku sampai 30 September.
"Jadi sebaiknya laporkan dulu yang ada, bila nanti ada harta yang ingin dilaporkan lagi bisa ditahap dua dan selanjutnya," tandasnya.
Sudah sosialisasi
Wakil Ketua Apindo Suryadi Sasmito menjelaskan sosialisasi mengenai amnesti pajak pertama kali dilakukan oleh Presiden RI.
Sementara itu untuk 70% pengusaha besar, sosialisasi telah lebih dahulu diberikan melalui peer group masing-masing serta door to door, bukan dalam diskusi publik, sebab nilai penalti mereka jauh lebih besar.
"Indonesia memang masih kurang dalam kepastian hukum. Tapi sekarang sedang menuju bahwa nanti undang-undang harus pasti. Sementara itu, orang-orang besar sudah lebih dulu disosialisasikan dan mereka memiliki konsultan pajak masing-masing, belum tentu juga mereka pengusaha," tuturnya.
Menurutnya, amnesti pajak berlaku untuk seluruh warga Indonesia, tidak ada pengecualian suku. (E-3).(mic)
Namun, masih banyak masyarakat yang kebingungan dengan kebijakan tersebut. Pengusaha ritel yang tergabung dalam Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) dan Perhimpunan Tionghoa Indonesia (INTI) misalnya, masih merasa kesulitan mengisi formulir amnesti pajak.
Mereka bahkan merasa terancam apabila tidak segera melaporkan harta dan ikut amnesti pajak.
"Setelah menerima presentasi dan masukan, ada sedikit nada ancaman. Perlu diketahui, kalau ingin mengikuti negara maju seperti Singapura, yang pembayar pajaknya (mencapai) 50%-70%. Sementara itu, Indonesia dengan penduduk 250 juta hanya sanggup 11% penduduk membayar pajak," keluh Anda Hakim yang berprofesi sebagai pengacara dalam sosialisasi amnesti pajak yang diselenggarakan Sinarmas, di Jakarta, Sabtu (10/9/2016).
Anda mengeluhkan ketidakjelasan kepastian hukum mengenai program amnesti pajak tersebut.
Ia pun mempertanyakan mengapa hanya kalangan etnis Tionghoa yang diberikan sosialisasi secara khusus.
"Kenapa tidak dari pemerintahan Jokowi, menteri, pejabat DPR, DPRD yang begitu banyak uangnya. Tamu yang datang hari ini barang kali harta di bawah Rp10 miliar," ujar Anda Hakim lagi.
Ancaman yang dimaksud ialah pernyataan Sofjan Wanandi yang mengatakan bila harta belum dideklarasikan, pada 2018, pengusaha akan dikejar atas pajak aset yang belum mereka bayar.
Ketua Dewan Pembina PSMTI Didi Darwis mengakui masih kurangnya sosialisasi pengampunan pajak.
Sejak diberlakukan pada 1 Juli lalu, sebanyak 38 ribu petugas pajak di seluruh Indonesia serempak belajar sekaligus mengajari wajib pajak cara melaporkan harta kekayaan.
"Surat Edaran Pajak Nomor 10 Tanggal 19 Agustus 2016 merupakan respons atas kesulitan masyarakat yang kami sampaikan. Dirjen Pajak mempermudah pengisian formulir TA. Namun, di lapangan masih banyak kesulitan lainnya,"
Namun, ia meminta pengusaha di paguyuban mengambil kesempatan deklarasi sedini mungkin, sebab tahap pertama hanya berlaku sampai 30 September.
"Jadi sebaiknya laporkan dulu yang ada, bila nanti ada harta yang ingin dilaporkan lagi bisa ditahap dua dan selanjutnya," tandasnya.
Sudah sosialisasi
Wakil Ketua Apindo Suryadi Sasmito menjelaskan sosialisasi mengenai amnesti pajak pertama kali dilakukan oleh Presiden RI.
Sementara itu untuk 70% pengusaha besar, sosialisasi telah lebih dahulu diberikan melalui peer group masing-masing serta door to door, bukan dalam diskusi publik, sebab nilai penalti mereka jauh lebih besar.
"Indonesia memang masih kurang dalam kepastian hukum. Tapi sekarang sedang menuju bahwa nanti undang-undang harus pasti. Sementara itu, orang-orang besar sudah lebih dulu disosialisasikan dan mereka memiliki konsultan pajak masing-masing, belum tentu juga mereka pengusaha," tuturnya.
Menurutnya, amnesti pajak berlaku untuk seluruh warga Indonesia, tidak ada pengecualian suku. (E-3).(mic)