MediaSulut.Com, Surabaya - Kepala Desa Selok Awar-awar non-aktif Hariono mengakui ia mendapat penghasilan bersih Rp 20 juta per bulan dari pengelolaan tambang pasir ilegal.
Pengakuan ini diungkapkan dalam sidang lanjutan kasus Salim Kancil di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Fakta persidangan itu terungkap saat majelis hakim Efran Basuning mencecar Hariono dengan sejumlah pertanyaan terkait berapa jumlah uang masuk dan keluar serta peruntukannya.
Hakim Efran berkali-kali menekankan agar terdakwa berbicara jujur tanpa dibuat-buat karena berada di bawah sumpah.
Akhirnya, Hariono menjelaskan dalam menggeluti penambangan pasir ilegal itu, per hari ia mampu mengumpulkan uang Rp 14 juta. Uang tersebut adalah dari hasil penjualan pasir besi di kawasan tambang itu.
"Per hari rata-rata dapat Rp 14 juta dikalikan 20 hari," kata Hariono, Kamis (3/3/2016).
Selanjutnya, hakim Efran menanyakan kembali bahwa uang itu ke mana saja serta siapa saja yang menikmatinya. Lalu, masuk kantong pribadi berapa.
Hariono menjawab uang tersebut diakui masuk ke kas desa. Namun sebelum itu juga dibagi-bagikan ke beberapa pihak, seperti Rp 5 ribu per rit masuk ke Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Kemudian Ketua LMDH Mat Dasir mendapatkan Rp 10 ribu per rit. Ditambah lagi dengan setoran ke sejumlah pihak seperti camat, danramil, kapolsek, dan lain-lain.
"Total bersih yang masuk ke kantong saya Rp 20 juta per bulan," tutur Hariono.
Mendapatkan pertanyaan yang sama, Ketua LMDH Mat Dasir juga mengaku mendapatkan setoran Rp 14 juta per bulan dari hasil tambang pasir ilegal. Namun, uang tersebut juga dibagi dengan salah satu oknum Perhutani.
"Uang untuk pegawai Perhutani itu diserahkan oleh Hanafi," ujar Mat Dasir.(l6)
Pengakuan ini diungkapkan dalam sidang lanjutan kasus Salim Kancil di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Fakta persidangan itu terungkap saat majelis hakim Efran Basuning mencecar Hariono dengan sejumlah pertanyaan terkait berapa jumlah uang masuk dan keluar serta peruntukannya.
Hakim Efran berkali-kali menekankan agar terdakwa berbicara jujur tanpa dibuat-buat karena berada di bawah sumpah.
Akhirnya, Hariono menjelaskan dalam menggeluti penambangan pasir ilegal itu, per hari ia mampu mengumpulkan uang Rp 14 juta. Uang tersebut adalah dari hasil penjualan pasir besi di kawasan tambang itu.
"Per hari rata-rata dapat Rp 14 juta dikalikan 20 hari," kata Hariono, Kamis (3/3/2016).
Selanjutnya, hakim Efran menanyakan kembali bahwa uang itu ke mana saja serta siapa saja yang menikmatinya. Lalu, masuk kantong pribadi berapa.
Hariono menjawab uang tersebut diakui masuk ke kas desa. Namun sebelum itu juga dibagi-bagikan ke beberapa pihak, seperti Rp 5 ribu per rit masuk ke Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Kemudian Ketua LMDH Mat Dasir mendapatkan Rp 10 ribu per rit. Ditambah lagi dengan setoran ke sejumlah pihak seperti camat, danramil, kapolsek, dan lain-lain.
"Total bersih yang masuk ke kantong saya Rp 20 juta per bulan," tutur Hariono.
Mendapatkan pertanyaan yang sama, Ketua LMDH Mat Dasir juga mengaku mendapatkan setoran Rp 14 juta per bulan dari hasil tambang pasir ilegal. Namun, uang tersebut juga dibagi dengan salah satu oknum Perhutani.
"Uang untuk pegawai Perhutani itu diserahkan oleh Hanafi," ujar Mat Dasir.(l6)